Minggu, 16 Juli 2017

PERAN PSIKOTERAPI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Perkembangan teknologi dan kehidupan masyarakat di era milenial sangat dinamis. Masyarakat yang hidup pada abad ini merupakan masyarakat yang akrab dengan kehidupan serba digital. Komunikasi, interaksi sosial, perkembangan ekonomi, pelayanan barang dan jasa, semua bisa dilakukan berbasis digital. Urbanisasi kian meningkat dari tahun ke tahun, masyarakat pedesaan berlomba mencari pekerjaan di ibukota untuk mengimbangi kebutuhan hidup di era milenial yang jauh berbeda dari kebutuhan hidup sebelum era milenial.
Meningkatnya kebutuhan hidup tak jarang membuat masyarakat mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan yang kian hari kian bertambah mengikuti perkembangan zaman. Tuntutan sosial dari masyarakat juga kian tinggi, misalnya lulusan sarjana dianggap harus memiliki pekerjaan dengan gaji yang tinggi, seorang karyawan di perkantoran harus sudah mampu membeli mobil dan rumah, dan berbagai tuntutan masyarakat yang sebenarnya diciptakan sendiri, yang belum tentu tuntutan-tuntutan tersebut adalah sebuah kebutuhan melainkan hanya sesuatu yang dijadikan untuk memenuhi gengsi atau harapan masyarakat.
Dari tuntutan masyarakat tersebut, yang terkadang tidak sesuai dengan kemampuan, sering kita lihat individu yang sampai mengalami gangguan kejiwaan karena tak mampu memenuhi kebutuhan maupun tuntutan tersebut. Ironisnya, kesadaran masyarakat masih rendah terhadap gangguan kejiwaan maupun kesehatan mental. Maka dari itu, ilmu psikologi khususnya melalui psikoterapi dapat memiliki peran yang cukup besar dalam hal yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan maupun kesehatan mental.

Sebelum membahas mengenai peran psikoterapi dalam masyarakat, berikut adalah definisi psikoterapi.  Menurut Mufidah (2015), psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis mencakup berbagai teknis yang semuanya dimaksudkan membantu individu yang emosinya terganggu untuk mengubah perilaku dan perasaannya, sehingga mereka dapat mengembangkan cara yang bermanfaat dalam menghadapi orang lain.
Berdasarkan beberapa sumber yang saya gunakan, berikut adalah peran psikoterapi dalam kehidupan masyarakat :
-                 Membantu mengobati berbagai masalah psikologis atau gangguan kejiwaan yang terdapat di tengah masyarakat, seperti gangguan depresi, kecemasan, fobia, dan sebagainya.
-                 Di bidang pendidikan, psikoterapi dapat menjadi teknik yang sesuai untuk diterapkan dalam proses konseling sehingga dapat membantu para siswa untuk memahami potensi diri, keterampilan, minat dan bakat, bahkan bisa juga untuk menangani masalah yang terjadi antar siswa seperti bullying, krisis percaya diri, dan sebagainya.
-                 Psikoterapi juga sangat bermanfaat untuk menangani masalah yang berkaitan dnegan penyalahgunaan narkoba, alkolol, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Psikoterapi dijadikan sebagai teknik untuk menyembuhkan para mantan pecandu obat-obat terlarang tersebut, sehingga ketika kembali ke tengah masyarakat, mereka telah menjadi manusia yang memiliki keberfungsian positif.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayah, R. (2004). Peran psikologi dalam keilmuan dan profesi. Psikoislamika.
Mufidah, L. I. (2015). Pentingnya psikoterapi agama dalam kehidupan di era modern. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi1(2), 181-196.

Apa itu psikoterapi : gambaran umum, manfaat, dan hasil yang diharapkan. Tulisan dalam https://www.docdoc.com/id/info/procedure/psikoterapi diakses pada 16 Juli 2017.

TERAPI BEHAVIORISTIK : DESENSITISASI SISTEMATIS


ANALISIS VIDEO

Dalam video tersebut, subjek mengaku bahwa kakak laki-lakinya akan menikah dalam 6 bulan ke depan dan subjek akan mengiringi pengantin laki-laki sebagai groomsmen untuk berjalan di sepanjang altar bersama beberapa bridesmaid, hal tersebut membuatnya cemas, karena subjek selalu merasa cemas bila merasakan kehadiran banyak perempuan.
Kemudian terapis memulai langkah terapi dengan cara meminta subjek untuk membayangkan beberapa situasi yang melibatkan subjek dan beberapa perempuan, lalu subjek diminta untuk memberikan rate atau nilai antara 0-100 yang menunjukkan tingkat rasa cemas subjek. Semakin tinggi nilai yang diberikan subjek, maka situasi yang dibayangkan semakin menimbulkan rasa cemas bagi subjek.
Subjek diminta untuk relaks dan menutup mata sambil membayangkan berbagai situasi yang terapis akan sebutkan kemudian. Gambaran situasi pertama adalah subjek telah berbelanja di sebuah toko dan akan melakukan pembayaran di kasir. Kasir di toko tersebut adalah seorang perempuan lalu kasir memulai pembicaraan dengan cara memuji penampilan subjek. Pada situasi tersebut, subjek memberi skala 65. Kemudian terapis memberi gambaran situasi kedua yaitu subjek berbelanja di supermarket dan berpapasan dengan seorang perempuan yang sedang memilih produk kalengan. Untuk gambaran situasi kedua, subjek memberi nilai 15.
Gambaran situasi selanjutnya yaitu subjek masih di supermarket, memilih beberapa buah apel kemudian datang seorang perempuan tak dikenal dan melontarkan sebuah pertanyaan kepadanya. Untuk situasi tersebut, subjek memberi nilai 50. Sementara itu, ketika terapis memberikan gambaran situasi berupa datangnya beberapa laki-laki menghampiri subjek ketika dirinya sedang memilih apel, subjek memberi nilai 0, artinya situasi tersebut sama sekali tidak menimbulkan kecemasan bagi subjek. Situasi berikutnya yang digambarkan yaitu subjek menjadi groomsmen dan tibalah saatnya untuk saling berbincang dengan para bridesmaid. Subjek memberi nilai 75 untuk situasi tersebut.
Setelah itu, terapis meminta subjek untuk mengepalkan otot-otot kaki dan tangan, kemudian meminta subjek kembali relaks dengan menarik nafas, membiarkan tangan terkulai di samping kursi, dan menutup mata sambil membayangkan hal-hal yang membuat subjek relaks.
Pada sesi berikutnya, terapis kembali memulai memberikan gambaran situasi yang memiliki kemungkinan memunculkan kecemasan paling rendah. Subjek memberi nilai 15 lalu terapis meminta subjek untuk melakukan teknik relaksasi yang sebelumnya telah dijelaskan. Terapi terus berlanjut namun video di atas tidak menampilkan keseluruhan proses terapi.

TEORI DESENSITISASI SISTEMATIS
Video yang telah dijelaskan di atas merupakan salah satu bentuk teknik terapi behavioristik yaitu desensitisasi sistematis. Desensitisasi sistematis adalah teknik terapi untuk menghilangkan rasa takut, cemas, maupun fobia terhadap stimulus tertentu secara bertahap atau sistematis. Sistematis di sini memiliki arti bahwa setelah terapis menyelesaikan desensitisasi pada satu level rasa takut, maka subjek baru dapat mulai melakukan desensitisasi pada level rasa takut selanjutnya (Hastjarjo, 2005).
Teknik terapi ini dikembangkan oleh Joseph Wolpe. Menurut Armasari, Dantes, dan Sulastri (2013), desensitisasi sistematis berupaya mengkondisikan individu dari yang tidak nyaman menjadi lebih tenang dan rileks sehingga mampu meminimalisir kecemasan dalam menghadapi stimulus yang menimbulkan kecemasan.
Desensitisasi sistematis terdiri dari tiga tahap yaitu :
1.    Melatih relaksasi otot secara mendalam
2.    Menyusun hierarki kecemasan (urutan kecemasan)
3.  Mengkhayalkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan yang diimbangi dengan relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA
Armasari, K.D., Dantes, N., & Sulastri, M. (2013). Penerapan model konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis untuk meminimalisasi tingkat kecemasan dalam proses pembelajaran siswa kelas VIII A2 SMP negeri 2 sawan tahun pelajaran 2012/2013. Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling, 1(1).
Hastjarjo, T. D. (2005). Perkembangan mutakhir kondisioning pavlovian. Buletin Psikologi13(1), 1-17.
Semium, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Minggu, 09 April 2017

JENIS-JENIS TERAPI DALAM 3 MAZHAB PSIKOLOGI

1.        Terapi Psikoanalitik
Dalam aliran Psikoanalisa, ada satu tokoh utama yang menjadi pelopor aliran ini yaitu Sigmund Freud. Menurut Freud, perilaku manusia didasari oleh irrational force dan motivasi yang berasal dari unconsciousness. Kepribadian manusia dalam aliran ini terdiri dari id, ego, dan superego, yang mana ketiga hal tersebut berkaitan satu sama lain dalam memengaruhi perilaku manusia.
Tujuan Terapi
Tujuan dalam terapi psikoanalisa Freudian adalah untuk membuat unconscious menjadi conscious dan menguatkan ego sehingga perilaku manusia akan lebih berdasarkan realita bukan berdasarkan insting maupun rasa bersalah yang irasional.
Jenis-jenis Terapi
a.      Asosiasi Bebas
Teknik ini merupakan jenis terapi utama yang ada dalam aliran psikoanalisa, dimana klien akan diminta mengatakan apa pun yang ada dalam pikirannya. Tujuannya adalah agar terapis dapat memahami apa makna yang tersembunyi dari kata-kata yang keluar dari klien dan dapat memahami keinginan, fantasi, ataupun cita-cita yang tersembunyi. Klien tetap diminta bercerita apa pun, terlepas dari seberapa menyakitkan, memalukan, maupun traumatisnya hal tersebut. Dalam praktiknya, klien biasanya diminta berbaring dan terapis akan duduk di belakangnya sehingga klien akan merasa bebas untuk bercerita apa pun.
b.      Analisis Mimpi
Dalam terapi psikoanalisa, mimpi mempunyai arti penting yakni untuk mengungkap apa saja yang ada dalam ketidaksadaran (unconsciousness) dan menampilkan pemahaman klien terhadap permasalahan yang tidak terselesaikan. Mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran (unconsciousness)”. Melalui analisis mimpi, terapis dapat mengetahui berbagai harapan, kebutuhan, dan ketakutan yang selama ini tersembunyi atau tersimpan dalam ketidaksadaran. Freud meyakini bahwa berbagai motivasi dan ingatan yang tidak dapat diterima oleh ego akan diekspresikan dengan bentuk simbol, yang sering muncul dalam mimpi.
c.       Analisis Resistensi
Resistensi adalah ketika klien tidak bersedia mengemukakan apa yang ia rasakan, tidak bersedia untuk menghubungkan berbagai perasaan, pikiran, dan pengalaman tertentu, sehingga hal tersebut menghambat proses terapi. Ketika klien menunjukkan resistensi, hal ini diyakini Freud sebagai bentuk pertahanan klien untuk mencegah kecemasan yang tidak dapat diterima.
d.      Analisis Transferensi
    Transferensi adalah pemindahan emosi dari klien kepada terapis. Jadi, klien mentransfer emosi-emosi yang ia rasakan untuk orang lain kepada terapisnya, terutama emosi-emosi yang dirasakan dalam hubungan awal pada kehidupannya, yakni emosi terhadap orangtuanya. Dari situlah terapis dapat menganalisa emosi apa saja yang telah ditransfer klien terhadap terapis sehingga dapat memahami apa yang klien rasakan terhadap orang yang dimaksud. Melalui hubungan klien dengan terapis, klien mengekspresikan perasaan, keyakinan, dan hasrat yang selama ini terpendam dalam ketidaksadaran.

2.        Terapi Behavioristik
Prinsip utama aliran behaviorisme adalah bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar dan respon dari sebuah stimulus.
Tujuan Terapi
Tujuan dari terapi behavioristik adalah untuk mengubah perilaku maladaptive menjadi perilaku yang lebih tepat melalui proses belajar.
Jenis-jenis Terapi
a.      Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis ditujukan untuk klien yang mengalami kecemasan atau ketakutan yang ekstrim terhadap persitiwa, orang, objek, atau memiliki ketakutan yang digeneralisasi.m
Desensitisasi sistematis dilakukan dengan 3 tahap, yaitu :
-          Relaksasi : klien diajari respon relaksasi yang nantinya akan menggantikan respon kecemasan.
-          Hierarki kecemasan : peristiwa-peristiwa yang membuat klien cemas akan ditelaah dan disusun berdasarkan tingkat kecemasan yang muncul ketika peristiwa tersebut terjadi.
-          Desensitisasi : proses desensitisasi dimulai ketika klien mencapai relaksasi penuh dengan mata tertutup lalu diminta membayangkan hal yang membuatnya cemas namun dengan tingkatan yang paling rendah, bila klien masih bisa relaks, klien diminta kembali membayangkan hal yang memunculkan tingkat kecemasan lebih tinggi dari sebelumnya. Begitu seterusnya dilakukan secara bertahap, hingga klien dapat mengatasi kecemasan tersebut.
b.      In Vivo Exposure
Terapi ini dilakukan dengan cara menempatkan klien pada kondisi nyata, atau menunjukkan objek yang memunculkan kecemasan secara langsung di hadapan klien. Prosedurnya hampir sama dengan desensitisasi sistematis, hanya berbeda dalam teknik pengkondisiannya. Pada desensitisasi sistematis klien hanya diminta membayangkan, sementara pada in-vivo exposure, klien ditempatkan pada kondisi nyata.
c.       Terapi Asertif
Terapi ini bertujuan untuk membuat seseorang menjadi lebih asertif dalam berbagai situasi sosial. Terapi ini sesua untuk individu yang kesulitan dalam mengekspresikan perasaan, keyakinan, dan pendapat, kesulitan untuk berkata “tidak”, terlalu baik kepada semua orang sehingga ia sering dimanfaatkan, dsb.
3.        Terapi Humanistik
Aliran humanistik memandang manusia sebagai makhluk rasional, bertujuan, otonom, kreatif, dan mampu mencapai insight terhadap realita. Manusia pada dasarnya adalah baik, serta memiliki free will. Setiap manusia itu memiliki keunikan masing-masing dan memiliki dorongan dasar untuk mencapai aktualisasi diri.
a.      Person-centered Therapy
Prinsip utama dari person-centered therapy adalah membuat klien mencapai tingkat independensi dan intregasi yang lebih tinggi. Terapi ini fokus kepada klien, bukan kepada masalah yang dimiliki klien. Artinya, terapi ini akan membuat klien bisa mengatasi masalahnya sendiri, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Jadi terapis hanya sebagai fasilitator yang membantu klien memecahkan masalah.


SUMBER REFERENSI
Corey, G. (2009). Theory and practice of counseling and psychotherapy. 8th ed. Belmont, USA : Thomson Brooks/Cole.
Riyanti, B.P. D., Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Sharf, R. S. (2012). Theories of psychotherapy and counseling : concepts and cases. 5th ed. Belmont, USA : Brooks/Cole Cengange Learning.

Selasa, 29 November 2016

Kepemimpinan Tranformasional & Kepemimpinan Transaksional


Pernahkah kalian mendengar kedua istilah di atas? Ya, istilah di atas pasti sudah sering kita dengar bila membahas mengenai pola-pola kepemimpinan. Berikut penjelasan ringkas mengenai kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional beserta contoh kasus yang ada di Indonesia :

Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah pola atau gaya kepemimpinan yang visioner dan inspirasional karena mampu mengubah tim dan organisasi dengan membentuk, mengkomunikasikan, dan memberikan visi yang menginspirasi para anggotanya. Kepemimpinan transformasional dikembangkan melalui asumsi dasar bahwa pekerja atau bawahannya adalah manusia yang bersumber daya yang mampu belajar sehingga mengarahkan kapabilitas terbaiknya dalam kinerja.
Contoh terbaik dari kepemimpinan tranformasional adalah gaya kepemimpinan yang ada pada diri Rasulullah Muhammad SAW, dimana beliau dapat membangun dan merubah sistem yang ada di Mekah – Madinah pada saat itu dari sistem masyarakat yang rusak menjadi sistem yang manusiawi dan membentuk pribadi pemimpin yang tangguh pada diri para sahabat yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, dan Usman bin Affan.
Contoh lain yang ada di Indonesia adalah :
Analisis kasus :
Walikota Bandung, Ridwan Kamil, dalam masa kepemimpinannya banyak dikagumi dan disukai oleh masyarakatnya bahkan dari masyarakat luar Bandung. Dalam berita tersebut dijelaskan bahwa beberapa mahasiswa yang berasal dari Malaysia datang menemui Ridwan Kamil karena ketertarikan mereka terhadap gaya kepemimpinan Ridwan Kamil. Hal ini memperlihatkan bagaimana Ridwan Kamil mampu membangun Kota Bandung dari berbagai segi, salah satu yang menonjol adalah segi pembangunan yang berkembang pesat. Selain itu, karakter Ridwan Kamil yang friendly dan sering berinteraksi dengan masyarakat melalui sosial media menjadi daya tarik tersendiri bagi keberhasilan kepemimpinan Ridwan Kamil selama menjadi walikota.

Kepemimpinan Transaksional
Pola kepemimpinan transaksional memiliki ciri-ciri yakni menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus, mengakui pencapaian yang diperoleh, mengamati dan mencari penyimpangan standar, dan merupakan kepemimpinan laissez-faire dimana dia melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan.

Contoh kasus :

Analisis kasus :
Dalam upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi para penderita gangguan jiwa, Bupati Purwakarta mengadakan sayembara bagi masyarakat untuk menyerahkan para ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) kepada Pemerintah Kabupaten untuk kemudian diberi reward senilai 2 juta rupiah, hal ini merupakan salah satu ciri khas gaya kepemimpinan transaksional dimana diberlakukan imbalan atas kinerja yang sesuai dengan target.

Sumber :
Adam, N., & Taqra, M. (2015). Transformasi, reformasi & revolusi dalam kepemimpinan para nabi. X : Krakatau Dragon.
Hartanto, F. M. (2009). Paradigma baru manajemen Indonesia : menciptakan nilai dengan bertumpu pada kebajikan dan potensi insani. Bandung : PT Mizan Pustaka.
Judge, T.A., & Robbins, S. P. (2008). Perilaku organisasi edisi 12. Jakarta : Salemba Empat.



KEPEMIMPINAN


Definisi
Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan? Hal apa saja yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar kata “kepemimpinan? Berikut adalah definisi yang saya ambil dari beberapa ahli mengenai kepemimpinan :
Ruky (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungan antarmanusia untuk memengaruhi orang lain dan diarahkan melalui proses komunikasi dengan tujuan agar orang lain tersebut (mungkin seorang atau sekelompok orang) mau melakukan sesuatu dalam usaha untuk mencapai apa yang diinginkan oleh orang yang memengaruhi atau oleh mereka semua.
Adapun menurut Maxwell (dalam Soekarso, 2015) kepemimpinan adalah suatu kehidupan yang memengaruhi kehidupan orang lain. Hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Tead (dalam Soekarso, 2015) bahwa kepemimpinan adalah aktivitas memengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan. Sementara menurut Hersey dan Blanchard (dalam Soekarso, 2015) kepemimpinan adalah proses memengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Dari beberapa definisi menurut para ahli tersebut, dapat saya simpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha untuk memengaruhi individu maupun kelompok melalui proses komunikasi agar individu maupun kelompok tersebut mau bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan dalam situasi tertentu.

 Jenis-jenis Kepemimpinan
Berikut adalah jenis-jenis kepemimpinan berdasarkan kemampuannya dalam memimpin :
a.         Pemimpin ideologis
Memiliki ciri-ciri kaya dengan visi yang tinggi, mmpu merumuskan gagasan serta visi secara tepat, dapat memengaruhi dan menggerakkan mereka yang dipimpinnya.
b.        Pemimpin organisatoris
Pandai menggerakan orang, dapat menyusun rencana kerja yang jitu, dapat mengatur kerjasama yang efisien.
c.         Pemimpin kharismatis
Mampu menggerakkan orang lain melalui kekuatan pribadi, kehadirannya selalu menimbulkan pesona, selalu ada yang menarik dari dirinya sehingga orang selalu mendengan dan mentaati nasihatnya.
d.        Pemimpin eksemplaris
Mempunyai cara hidup yang menjadi sumber pengaruh dan penggerak yang tidak dapat diragukan, mampu menciptakan irama dan gaya hidup yang mengesankan.

Komponen Kepemimpinan
Menurut Soekarso (2015), terdapat tiga komponen atau aspek yang penting dalam konsep kepemimpinan, yaitu :
a.   Pengaruh : kepemimpinan terjadi karena adanya proses memengaruhi suatu pihak. Pemimpin memengaruhi bawahannya untuk mengikuti ke arah yang diinginkan.
b.    Legitimasi : merupakan adanya pengakuan, pengukuhan, dan keabsahan kedudukan seseorang sebagai pemimpin. Hal ini merupakan posisi formal dari kekuasaan dalam organisasi sehingga bawahan akan dengan sukarela mengikuti arahan dari pemimpin yang mempunyai legitimasi.
c.    Tujuan : seorang pemimpin akan berurusan dengan berbagai tujuan yakni tujuan individu, tujuan kelompok, dan tujuan organisasi.

Sumber
Ruky, A. S. (2002). Sukses sebagai manajer professional tanpa gelar mm atau mba. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Soekarso, & Putong, I. (2015). Kepemimpinan : kajian teoritis dan praktis. Jakarta : Buku&Artikel Karya Iskandar Putong.
Mangunhardjana. (1976). Kepemimpinan. Yogyakarta : Kanisius.

Kamis, 13 Oktober 2016

DEFINISI DAN DIMENSI KOMUNIKASI


1.      Definisi Komunikasi
Dalam mendefinisikan apa itu komunikasi, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai hal tersebut :
Keyton berpendapat bahwa komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses transmisi informasi dan pemahaman umum dari seseorang ke orang lain. Sedangkan dalam sumber lain dikatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pikiran, pesan, atau informasi yang bervariasi bentuknya baik secara tradisional (misalnya radio atau televisi) maupun media modern seperti internet.
Adapun menurut Carl I Hovland, komunikasi adalah proses di mana seorang individu atau komunikator mengoperkan stimulan biasanya dengan lambang-lambang bahasa (verbal maupun non verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain.
Lain hal-nya dengan Lynn dan Turner yang mendefinisikan komunikasi sebagai proses sosial di mana individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat saya simpulkan definisi komunikasi adalah proses pertukaran pesan dari satu pihak ke pihak lain secara langsung maupun tidak langsung, menggunakan media baik cetak maupun elektronik, serta menggunakan simbol verbal maupun non verbal untuk menginterpretasikan makna lingkungan sekitar.
2.      Dimensi Komunikasi
Adapun dimensi komunikasi adalah sebagai berikut :
  • Isi
    • Dimensi isi mengandung apa yang menjadi isi dari pesan yang disampaikan. Sebuah pesan atau informasi yang disampaikan dalam komunikasi pasti mempunyai isi atau inti informasi yang nantinya akan diinterpretasikan oleh penerima pesan.
  • Kebisingan
    • Dimensi kebisingan adalah gangguan atau halangan yang menghalangi berjalannya proses komunikasi berupa suara atau bunyi yang tidak dikehendaki sehingga pesan yang terkandung dalam proses komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik.
  • Jaringan
    • Dimensi jaringan merupakan hubungan sosial yang kompleks di balik hubungan struktural yang formal dalam sebuah kelompok. Hubungan sosial tersebut dapat berupa hubungan antarindividu maupun antarkelompok. Dalam jaringan ini mereka saling berkomunikasi satu sama lain dalam mengkoordinasikan berbagai hal untuk mencapai tujuan organisasi.
  • Arah
    • Komunikasi dapat mengalir dalam dua arah yakni vertikal dan lateral.
    • Dimensi vertikal terbagi lagi menjadi dua arah yakni :
      • Ke Bawah : komunikasi yang mengalir dari satu tingkatan dalam kelompok ke tingkatan yang ada di bawahnya. Komunikasi dengan arah ke bawah misalnya dalam komunikasi antara atasan dan para pegawai.
      • Ke Atas : komunikasi yang mengalir dari tingkatan bawah dalam satu kelompok ke tingkatan di atasnya. Komunikasi ini misalnya adalah penyampaian aspirasi masyarakat kepada kepala daerah, atau penyampaian pencapaian kerja dari pegawai kepada atasan.
    • Dimensi lateral adalah komunikasi dengan arah horizontal yakni komunikasi antar golongan atau tingkatan yang sama. Misalnya komunikasi antar divisi dalam sebuah organisasi, komunikasi antar manajer pada tingkatan yang sama, dsb.
3.      Peran Psikologi Manajemen dalam Organisasi
Dalam postingan sebelumnya telah dibahas mengenai apa itu organisasi dan kaitannya dengan SDM dan kepemimpinan. Maka dapat kita ketahui bahwa sebuah organisasi merupakan struktur yang kompleks dimana di dalamnya membutuhkan sebuah sistem pengaturan agar organisasi berjalan sesuai tujuan objektifnya.
Maka dapat saya simpulkan bahwa Psikologi Manajemen memiliki peranan penting dalam sebuah organisasi. Mengapa? Karena Psikologi Manajemen memberi kita dasar teoritis untuk membentuk pola pengelolaan/manajerial yang baik. Dalam Psikologi Manajemen kita akan mempelajari apa dan bagaimana cara mengelola sebuah organisasi untuk mencapai tujuan bersama namun dengan memperhatikan aspek-aspek psikologis dari sumber daya yang ada di dalam organisasi tersebut.

Sumber Referensi :
Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta : PT Grassindo.

West, Richard., dan Turner, Lynn. (2008). Pengantar teori komunikasi : analisis dan aplikasi edisi 3. Diterjemakan oleh : Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta : Salemba Humanika.

Suprapto, Tommy M.S. (2009). Pengantar teori & manajemen komunikasi. Jakarta : Media Pressindo.

Robbins, SP., Judge. (2008). Perilaku organisasi 2. Ed 12. Jakarta : Salemba Empat.




Minggu, 02 Oktober 2016

SDM, Organisasi, dan Kepemimpinan

Apa yang muncul di benak kita ketika mendengar 3 kata yang tertera di judul artikel ini? Barangkali banyak jawaban yang muncul di antaranya : perusahaan, manajemen, kantor, karyawan, kerja sama, team work, dan lain sebagainya. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan SDM, organisasi, dan kepemimpinan? Berikut uraian teori dari ketiga hal tersebut :
Uraian Teoritis
Ø  SDM (Sumber Daya Manusia)
*      Definisi

Dikutip dari laman ciputrauceo.net dijelaskan bahwa secara umum, pengertian Sumber Daya Manusia dapat dibagi menjadi dua, yakni :
- SDM makro adalah jumlah penduduk usia produktif yang ada di sebuah negara.
-          SDM mikro adalah individu yang bekerja pada sebuah institusi.
Masih pada laman tersebut dijelaskan pula beberapa definisi SDM menurut beberapa ahli yakni :
-          Menurut Malayu Hasibuan, SDM merupakan kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Kemampuan sumber daya manusia tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, namun harus mencangkup keseluruhan dari daya pikir dan juga daya fisiknya.
-          Veithzal Rivai mendefinisikan sumber daya manusia sebagai seorang yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan usaha pencapaian tujuan organisasi. Setiap organisasi atau perusahaan tentunya memiliki tujuan yang berbeda-beda, maka dari itu kemampuan sumber daya manusia yang dibutuhkan pun akan berbeda pada tiap-tiap perusahaan.
Pada laman thebalance.com dijelaskan definisi SDM (human resources) sebagai berikut : “Human resources are people who work for an organization in jobs. In the past, these people, also known as employees in organizations and workplaces, were called personnel. In some organizations, they are still called personnel, manpower, or people.”
Adapun menurut William R. Tracey dalam The Human Resources Glossary mendefinisikan SDM sebagai “The people that staff and operate an organization … as contrasted with the financial and material resources of an organization.”
*      Komponen SDM
Hasibuan (2002) membagi komponen SDM menjadi 3, yaitu :
1.      Pengusaha, adalah setiap orang yang menginvestasikan modalnya untuk memperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan itu tidak menentu tergantung pada laba yang dicapai perusahaan.
2.      Karyawan, adalah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu (sesuai perjanjian). Posisi karyawan dalam suatu perusahaan dibedakan menjadi :
a.       Karyawan Operasional : setiap orang yang secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah atasan.
b.      Karyawan Manajerial : setiap orang yang berhak memerintah bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dan dikerjakan sesuai dengan perintah.
c.       Pemimpin : seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan.
*      Pengelolaan SDM
Menurut Sayuti Hasibuan (2000), pengelolaan sumber daya manusia berarti penyiapan dan pelaksanaan suatu rencana yang terkoordinasi untuk menjamin bahwa sumber daya manusia yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan organisasi.
Ø  Organisasi
*      Definisi

Menurut Tossi, Rizzo, dan Carroll (dalam Munandar : 2014), organisasi terdiri dari kelompok orang atau dapat dikatakan juga terdiri dari kelompok-kelompok tenaga kerja (dalam hal organisasi perusahaan) yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasinya.
Dikutip dari laman deanza.edu, organisasi menurut Chaster Barnard adalah :
“An organization is a system of consciously coordinated activities or efforts of two or more persons”
“Organisasi adalah sebuah sistem aktivitas atau usaha yang secara sadar terkoordinasi dari dua orang atau lebih”
*      Dimensi Organisasi
Terdapat 3 dimensi organisasi menurut Tossi, Rizzo, dan Carrol (dalam Munandar : 2014), yaitu :
1.      Kemajemukan (complexity)
Kemajemukan diartikan beragamnya kegiatan, fungsi, pekerjaan dan jumlah lapis dalam organisasi.
2.      Formalisasi (formalization)
Formalisasi megacu pada adanya kebijakan, prosedur, dan aturan yang membatasi pilihan dari para anggotanya. Para anggota diharapkan berperilaku sesuai dengan kebijakan, prosedur, dan aturan yang berlaku.
3.      Pemusatan (centralization)
Pemusatan berkaitan dengan penyebaran dari daya (power) dan wewenang (authority). Pada centralized organization, daya dan wewenang ada pada kedudukan tinggi dalam organisasi. Pada decentralized organization, hak dan tanggung jawab mengambil keputusan didelegasikan ke tingkat-tingkat lebih rendah dari organisasi.
*      Jenis-jenis Organisasi
Tosi, Rizzo, Carroll membedakan 4 jenis organisasi (Munandar : 2014), yaitu :
1.      Organisasi Mekanistik (OM), adalah organisasi yang formalisasinya tinggi.
2.      Organisasi Organik (OO), adalah organisasi yang formalisasinya rendah.
3. Organisasi Campuran Dominansi Teknologi (OCDT), adalah organisasi yang formalisasi di bidang pemasaran tinggi sementara di bidang teknologi rendah.
4.     Organisasi Campuran Dominansi Pasar (OCDP), adalah organisasi yang formalisasi di bidang teknologi tingggi sementara di bidang pemasaran rendah.
Ø  Kepemimpinan
*      Definisi
Menurut Munandar (2014), kepemimpinan merupakan tema yang populer baik di lingkungan akademis maupun masyarakat pada umumnya. Meskipun telah banyak teori kepemimpinan yang dikembangkan, belum ada satu teori pun yang paling sempurna.
Menurut Gary Yukl (dalam Soekarso : 2010), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Bennis dan Nanus (1985) melihat perbedaan yang mendasar antara manajemen dan kepemimpinan :

-          To manage, berarti to bring about, to accomplish, to have of or responsibility for, to conduct.
-          Leading, berarti influencing, guiding in direction, course, action, opinion.
Kepemimpinan lebih berhubungan dengan efektivitas, sedangkan manajemen lebih berhubungan dengan efisiensi. Bennis mengatakan bahwa pemimpin do the right things, sedangkan manajer do the things right.
*      Komponen Kepemimpinan
Terdapat tiga komponen penting dalam kepemimpinan (Soekarso : 2010), yaitu :
-   Pengaruh : kepemimpinan adalah pengaruh, dimana kepemimpinan terjadi karena adanya proses pengaruh. Pemimpin harus mampu mempengaruhi bawahan untuk mengarah pada tujuan yang diinginkan.
-          Legitimasi : pengukuhan/pengesahan kedudukan pemimpin.
-    Tujuan : pemimpin harus berurusan dengan berbagai tujuan yaitu tujuan individu, tujuan kelompok, dan tujuan organisasi.
Keterkaitan SDM, Organisasi, dan Kepemimpinan
Bila dilihat dari uraian teoritis di atas, maka dapat kita lihat keterkaitan antara SDM, organisasi, dan kepemimpinan. Adapun menurut pendapat saya, keterkaitan antara ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :
Dalam sebuah organisasi tentu terdapat unsur-unsur pembangun sebuah organisasi yang mana di dalamnya terdapat sekumpulan orang yang kita sebut sebagai SDM. Sebuah organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya satu unsur kepemimpinan sebagai fungsi komando serta penggerak dan anggota sebagai fungsi kepengurusan. Kepemimpinan merupakan aspek yang harus dimiliki seorang pemimpin agar ia dapat mengoptimalkan SDM yang ada dalam sebuah organisasi sehingga tercipta organisasi yang ideal yang mampu mencapai tujuan bersama.
Contoh yang Ada di Indonesia
*      CT Corp
CT Corp merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang industri di Indonesia yakni keuangan, media dan hiburan, serta gaya hidup. CT Corp merupakan merek yang merepresentasikan nama dan karakter Chairul Tanjung, direktur utama perusahan tersebut. Sejak berdiri pada tahun 1987 (saat itu masih bernama Para Group), CT Corp terus berkembang hingga akhirnya kini mempunyai beberapa anak perusahaan yakni Bank Mega, Bank Mega Syariah, Mega Life, Trans TV, Trans 7, TransVision, Carrefour.
Chairul Tanjung sebagai pemimpin dari perusahaannya, yang bisa kita sebut sebagai organisasi, mampu memperlihatkan aspek kepemimpinan dalam dirinya yang dibuktikan dengan berkembangnya CT Corp dari awal berdiri hingga menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia. Dalam berjalannya perusahaan tersebut tentu didukung oleh SDM di dalam CT Corp yang bergerak bersama di bawah kepemimpinan seorang Chairul Tanjung.

Sumber :
Munandar, A S. (2014). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta : UI-Press.
Soekarso, A. S., Putong, I., & Hidayat, C. (2010). Teori kepemimpinan. Penerbit Mitra Wacana Media : Jakarta.

Sumber gambar :
images.google.com