Minggu, 16 Juli 2017

TERAPI BEHAVIORISTIK : DESENSITISASI SISTEMATIS


ANALISIS VIDEO

Dalam video tersebut, subjek mengaku bahwa kakak laki-lakinya akan menikah dalam 6 bulan ke depan dan subjek akan mengiringi pengantin laki-laki sebagai groomsmen untuk berjalan di sepanjang altar bersama beberapa bridesmaid, hal tersebut membuatnya cemas, karena subjek selalu merasa cemas bila merasakan kehadiran banyak perempuan.
Kemudian terapis memulai langkah terapi dengan cara meminta subjek untuk membayangkan beberapa situasi yang melibatkan subjek dan beberapa perempuan, lalu subjek diminta untuk memberikan rate atau nilai antara 0-100 yang menunjukkan tingkat rasa cemas subjek. Semakin tinggi nilai yang diberikan subjek, maka situasi yang dibayangkan semakin menimbulkan rasa cemas bagi subjek.
Subjek diminta untuk relaks dan menutup mata sambil membayangkan berbagai situasi yang terapis akan sebutkan kemudian. Gambaran situasi pertama adalah subjek telah berbelanja di sebuah toko dan akan melakukan pembayaran di kasir. Kasir di toko tersebut adalah seorang perempuan lalu kasir memulai pembicaraan dengan cara memuji penampilan subjek. Pada situasi tersebut, subjek memberi skala 65. Kemudian terapis memberi gambaran situasi kedua yaitu subjek berbelanja di supermarket dan berpapasan dengan seorang perempuan yang sedang memilih produk kalengan. Untuk gambaran situasi kedua, subjek memberi nilai 15.
Gambaran situasi selanjutnya yaitu subjek masih di supermarket, memilih beberapa buah apel kemudian datang seorang perempuan tak dikenal dan melontarkan sebuah pertanyaan kepadanya. Untuk situasi tersebut, subjek memberi nilai 50. Sementara itu, ketika terapis memberikan gambaran situasi berupa datangnya beberapa laki-laki menghampiri subjek ketika dirinya sedang memilih apel, subjek memberi nilai 0, artinya situasi tersebut sama sekali tidak menimbulkan kecemasan bagi subjek. Situasi berikutnya yang digambarkan yaitu subjek menjadi groomsmen dan tibalah saatnya untuk saling berbincang dengan para bridesmaid. Subjek memberi nilai 75 untuk situasi tersebut.
Setelah itu, terapis meminta subjek untuk mengepalkan otot-otot kaki dan tangan, kemudian meminta subjek kembali relaks dengan menarik nafas, membiarkan tangan terkulai di samping kursi, dan menutup mata sambil membayangkan hal-hal yang membuat subjek relaks.
Pada sesi berikutnya, terapis kembali memulai memberikan gambaran situasi yang memiliki kemungkinan memunculkan kecemasan paling rendah. Subjek memberi nilai 15 lalu terapis meminta subjek untuk melakukan teknik relaksasi yang sebelumnya telah dijelaskan. Terapi terus berlanjut namun video di atas tidak menampilkan keseluruhan proses terapi.

TEORI DESENSITISASI SISTEMATIS
Video yang telah dijelaskan di atas merupakan salah satu bentuk teknik terapi behavioristik yaitu desensitisasi sistematis. Desensitisasi sistematis adalah teknik terapi untuk menghilangkan rasa takut, cemas, maupun fobia terhadap stimulus tertentu secara bertahap atau sistematis. Sistematis di sini memiliki arti bahwa setelah terapis menyelesaikan desensitisasi pada satu level rasa takut, maka subjek baru dapat mulai melakukan desensitisasi pada level rasa takut selanjutnya (Hastjarjo, 2005).
Teknik terapi ini dikembangkan oleh Joseph Wolpe. Menurut Armasari, Dantes, dan Sulastri (2013), desensitisasi sistematis berupaya mengkondisikan individu dari yang tidak nyaman menjadi lebih tenang dan rileks sehingga mampu meminimalisir kecemasan dalam menghadapi stimulus yang menimbulkan kecemasan.
Desensitisasi sistematis terdiri dari tiga tahap yaitu :
1.    Melatih relaksasi otot secara mendalam
2.    Menyusun hierarki kecemasan (urutan kecemasan)
3.  Mengkhayalkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan yang diimbangi dengan relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA
Armasari, K.D., Dantes, N., & Sulastri, M. (2013). Penerapan model konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis untuk meminimalisasi tingkat kecemasan dalam proses pembelajaran siswa kelas VIII A2 SMP negeri 2 sawan tahun pelajaran 2012/2013. Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling, 1(1).
Hastjarjo, T. D. (2005). Perkembangan mutakhir kondisioning pavlovian. Buletin Psikologi13(1), 1-17.
Semium, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar