Minggu, 16 Juli 2017

PERAN PSIKOTERAPI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Perkembangan teknologi dan kehidupan masyarakat di era milenial sangat dinamis. Masyarakat yang hidup pada abad ini merupakan masyarakat yang akrab dengan kehidupan serba digital. Komunikasi, interaksi sosial, perkembangan ekonomi, pelayanan barang dan jasa, semua bisa dilakukan berbasis digital. Urbanisasi kian meningkat dari tahun ke tahun, masyarakat pedesaan berlomba mencari pekerjaan di ibukota untuk mengimbangi kebutuhan hidup di era milenial yang jauh berbeda dari kebutuhan hidup sebelum era milenial.
Meningkatnya kebutuhan hidup tak jarang membuat masyarakat mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan yang kian hari kian bertambah mengikuti perkembangan zaman. Tuntutan sosial dari masyarakat juga kian tinggi, misalnya lulusan sarjana dianggap harus memiliki pekerjaan dengan gaji yang tinggi, seorang karyawan di perkantoran harus sudah mampu membeli mobil dan rumah, dan berbagai tuntutan masyarakat yang sebenarnya diciptakan sendiri, yang belum tentu tuntutan-tuntutan tersebut adalah sebuah kebutuhan melainkan hanya sesuatu yang dijadikan untuk memenuhi gengsi atau harapan masyarakat.
Dari tuntutan masyarakat tersebut, yang terkadang tidak sesuai dengan kemampuan, sering kita lihat individu yang sampai mengalami gangguan kejiwaan karena tak mampu memenuhi kebutuhan maupun tuntutan tersebut. Ironisnya, kesadaran masyarakat masih rendah terhadap gangguan kejiwaan maupun kesehatan mental. Maka dari itu, ilmu psikologi khususnya melalui psikoterapi dapat memiliki peran yang cukup besar dalam hal yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan maupun kesehatan mental.

Sebelum membahas mengenai peran psikoterapi dalam masyarakat, berikut adalah definisi psikoterapi.  Menurut Mufidah (2015), psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis mencakup berbagai teknis yang semuanya dimaksudkan membantu individu yang emosinya terganggu untuk mengubah perilaku dan perasaannya, sehingga mereka dapat mengembangkan cara yang bermanfaat dalam menghadapi orang lain.
Berdasarkan beberapa sumber yang saya gunakan, berikut adalah peran psikoterapi dalam kehidupan masyarakat :
-                 Membantu mengobati berbagai masalah psikologis atau gangguan kejiwaan yang terdapat di tengah masyarakat, seperti gangguan depresi, kecemasan, fobia, dan sebagainya.
-                 Di bidang pendidikan, psikoterapi dapat menjadi teknik yang sesuai untuk diterapkan dalam proses konseling sehingga dapat membantu para siswa untuk memahami potensi diri, keterampilan, minat dan bakat, bahkan bisa juga untuk menangani masalah yang terjadi antar siswa seperti bullying, krisis percaya diri, dan sebagainya.
-                 Psikoterapi juga sangat bermanfaat untuk menangani masalah yang berkaitan dnegan penyalahgunaan narkoba, alkolol, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Psikoterapi dijadikan sebagai teknik untuk menyembuhkan para mantan pecandu obat-obat terlarang tersebut, sehingga ketika kembali ke tengah masyarakat, mereka telah menjadi manusia yang memiliki keberfungsian positif.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayah, R. (2004). Peran psikologi dalam keilmuan dan profesi. Psikoislamika.
Mufidah, L. I. (2015). Pentingnya psikoterapi agama dalam kehidupan di era modern. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi1(2), 181-196.

Apa itu psikoterapi : gambaran umum, manfaat, dan hasil yang diharapkan. Tulisan dalam https://www.docdoc.com/id/info/procedure/psikoterapi diakses pada 16 Juli 2017.

TERAPI BEHAVIORISTIK : DESENSITISASI SISTEMATIS


ANALISIS VIDEO

Dalam video tersebut, subjek mengaku bahwa kakak laki-lakinya akan menikah dalam 6 bulan ke depan dan subjek akan mengiringi pengantin laki-laki sebagai groomsmen untuk berjalan di sepanjang altar bersama beberapa bridesmaid, hal tersebut membuatnya cemas, karena subjek selalu merasa cemas bila merasakan kehadiran banyak perempuan.
Kemudian terapis memulai langkah terapi dengan cara meminta subjek untuk membayangkan beberapa situasi yang melibatkan subjek dan beberapa perempuan, lalu subjek diminta untuk memberikan rate atau nilai antara 0-100 yang menunjukkan tingkat rasa cemas subjek. Semakin tinggi nilai yang diberikan subjek, maka situasi yang dibayangkan semakin menimbulkan rasa cemas bagi subjek.
Subjek diminta untuk relaks dan menutup mata sambil membayangkan berbagai situasi yang terapis akan sebutkan kemudian. Gambaran situasi pertama adalah subjek telah berbelanja di sebuah toko dan akan melakukan pembayaran di kasir. Kasir di toko tersebut adalah seorang perempuan lalu kasir memulai pembicaraan dengan cara memuji penampilan subjek. Pada situasi tersebut, subjek memberi skala 65. Kemudian terapis memberi gambaran situasi kedua yaitu subjek berbelanja di supermarket dan berpapasan dengan seorang perempuan yang sedang memilih produk kalengan. Untuk gambaran situasi kedua, subjek memberi nilai 15.
Gambaran situasi selanjutnya yaitu subjek masih di supermarket, memilih beberapa buah apel kemudian datang seorang perempuan tak dikenal dan melontarkan sebuah pertanyaan kepadanya. Untuk situasi tersebut, subjek memberi nilai 50. Sementara itu, ketika terapis memberikan gambaran situasi berupa datangnya beberapa laki-laki menghampiri subjek ketika dirinya sedang memilih apel, subjek memberi nilai 0, artinya situasi tersebut sama sekali tidak menimbulkan kecemasan bagi subjek. Situasi berikutnya yang digambarkan yaitu subjek menjadi groomsmen dan tibalah saatnya untuk saling berbincang dengan para bridesmaid. Subjek memberi nilai 75 untuk situasi tersebut.
Setelah itu, terapis meminta subjek untuk mengepalkan otot-otot kaki dan tangan, kemudian meminta subjek kembali relaks dengan menarik nafas, membiarkan tangan terkulai di samping kursi, dan menutup mata sambil membayangkan hal-hal yang membuat subjek relaks.
Pada sesi berikutnya, terapis kembali memulai memberikan gambaran situasi yang memiliki kemungkinan memunculkan kecemasan paling rendah. Subjek memberi nilai 15 lalu terapis meminta subjek untuk melakukan teknik relaksasi yang sebelumnya telah dijelaskan. Terapi terus berlanjut namun video di atas tidak menampilkan keseluruhan proses terapi.

TEORI DESENSITISASI SISTEMATIS
Video yang telah dijelaskan di atas merupakan salah satu bentuk teknik terapi behavioristik yaitu desensitisasi sistematis. Desensitisasi sistematis adalah teknik terapi untuk menghilangkan rasa takut, cemas, maupun fobia terhadap stimulus tertentu secara bertahap atau sistematis. Sistematis di sini memiliki arti bahwa setelah terapis menyelesaikan desensitisasi pada satu level rasa takut, maka subjek baru dapat mulai melakukan desensitisasi pada level rasa takut selanjutnya (Hastjarjo, 2005).
Teknik terapi ini dikembangkan oleh Joseph Wolpe. Menurut Armasari, Dantes, dan Sulastri (2013), desensitisasi sistematis berupaya mengkondisikan individu dari yang tidak nyaman menjadi lebih tenang dan rileks sehingga mampu meminimalisir kecemasan dalam menghadapi stimulus yang menimbulkan kecemasan.
Desensitisasi sistematis terdiri dari tiga tahap yaitu :
1.    Melatih relaksasi otot secara mendalam
2.    Menyusun hierarki kecemasan (urutan kecemasan)
3.  Mengkhayalkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan yang diimbangi dengan relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA
Armasari, K.D., Dantes, N., & Sulastri, M. (2013). Penerapan model konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis untuk meminimalisasi tingkat kecemasan dalam proses pembelajaran siswa kelas VIII A2 SMP negeri 2 sawan tahun pelajaran 2012/2013. Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling, 1(1).
Hastjarjo, T. D. (2005). Perkembangan mutakhir kondisioning pavlovian. Buletin Psikologi13(1), 1-17.
Semium, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Minggu, 09 April 2017

JENIS-JENIS TERAPI DALAM 3 MAZHAB PSIKOLOGI

1.        Terapi Psikoanalitik
Dalam aliran Psikoanalisa, ada satu tokoh utama yang menjadi pelopor aliran ini yaitu Sigmund Freud. Menurut Freud, perilaku manusia didasari oleh irrational force dan motivasi yang berasal dari unconsciousness. Kepribadian manusia dalam aliran ini terdiri dari id, ego, dan superego, yang mana ketiga hal tersebut berkaitan satu sama lain dalam memengaruhi perilaku manusia.
Tujuan Terapi
Tujuan dalam terapi psikoanalisa Freudian adalah untuk membuat unconscious menjadi conscious dan menguatkan ego sehingga perilaku manusia akan lebih berdasarkan realita bukan berdasarkan insting maupun rasa bersalah yang irasional.
Jenis-jenis Terapi
a.      Asosiasi Bebas
Teknik ini merupakan jenis terapi utama yang ada dalam aliran psikoanalisa, dimana klien akan diminta mengatakan apa pun yang ada dalam pikirannya. Tujuannya adalah agar terapis dapat memahami apa makna yang tersembunyi dari kata-kata yang keluar dari klien dan dapat memahami keinginan, fantasi, ataupun cita-cita yang tersembunyi. Klien tetap diminta bercerita apa pun, terlepas dari seberapa menyakitkan, memalukan, maupun traumatisnya hal tersebut. Dalam praktiknya, klien biasanya diminta berbaring dan terapis akan duduk di belakangnya sehingga klien akan merasa bebas untuk bercerita apa pun.
b.      Analisis Mimpi
Dalam terapi psikoanalisa, mimpi mempunyai arti penting yakni untuk mengungkap apa saja yang ada dalam ketidaksadaran (unconsciousness) dan menampilkan pemahaman klien terhadap permasalahan yang tidak terselesaikan. Mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran (unconsciousness)”. Melalui analisis mimpi, terapis dapat mengetahui berbagai harapan, kebutuhan, dan ketakutan yang selama ini tersembunyi atau tersimpan dalam ketidaksadaran. Freud meyakini bahwa berbagai motivasi dan ingatan yang tidak dapat diterima oleh ego akan diekspresikan dengan bentuk simbol, yang sering muncul dalam mimpi.
c.       Analisis Resistensi
Resistensi adalah ketika klien tidak bersedia mengemukakan apa yang ia rasakan, tidak bersedia untuk menghubungkan berbagai perasaan, pikiran, dan pengalaman tertentu, sehingga hal tersebut menghambat proses terapi. Ketika klien menunjukkan resistensi, hal ini diyakini Freud sebagai bentuk pertahanan klien untuk mencegah kecemasan yang tidak dapat diterima.
d.      Analisis Transferensi
    Transferensi adalah pemindahan emosi dari klien kepada terapis. Jadi, klien mentransfer emosi-emosi yang ia rasakan untuk orang lain kepada terapisnya, terutama emosi-emosi yang dirasakan dalam hubungan awal pada kehidupannya, yakni emosi terhadap orangtuanya. Dari situlah terapis dapat menganalisa emosi apa saja yang telah ditransfer klien terhadap terapis sehingga dapat memahami apa yang klien rasakan terhadap orang yang dimaksud. Melalui hubungan klien dengan terapis, klien mengekspresikan perasaan, keyakinan, dan hasrat yang selama ini terpendam dalam ketidaksadaran.

2.        Terapi Behavioristik
Prinsip utama aliran behaviorisme adalah bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar dan respon dari sebuah stimulus.
Tujuan Terapi
Tujuan dari terapi behavioristik adalah untuk mengubah perilaku maladaptive menjadi perilaku yang lebih tepat melalui proses belajar.
Jenis-jenis Terapi
a.      Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis ditujukan untuk klien yang mengalami kecemasan atau ketakutan yang ekstrim terhadap persitiwa, orang, objek, atau memiliki ketakutan yang digeneralisasi.m
Desensitisasi sistematis dilakukan dengan 3 tahap, yaitu :
-          Relaksasi : klien diajari respon relaksasi yang nantinya akan menggantikan respon kecemasan.
-          Hierarki kecemasan : peristiwa-peristiwa yang membuat klien cemas akan ditelaah dan disusun berdasarkan tingkat kecemasan yang muncul ketika peristiwa tersebut terjadi.
-          Desensitisasi : proses desensitisasi dimulai ketika klien mencapai relaksasi penuh dengan mata tertutup lalu diminta membayangkan hal yang membuatnya cemas namun dengan tingkatan yang paling rendah, bila klien masih bisa relaks, klien diminta kembali membayangkan hal yang memunculkan tingkat kecemasan lebih tinggi dari sebelumnya. Begitu seterusnya dilakukan secara bertahap, hingga klien dapat mengatasi kecemasan tersebut.
b.      In Vivo Exposure
Terapi ini dilakukan dengan cara menempatkan klien pada kondisi nyata, atau menunjukkan objek yang memunculkan kecemasan secara langsung di hadapan klien. Prosedurnya hampir sama dengan desensitisasi sistematis, hanya berbeda dalam teknik pengkondisiannya. Pada desensitisasi sistematis klien hanya diminta membayangkan, sementara pada in-vivo exposure, klien ditempatkan pada kondisi nyata.
c.       Terapi Asertif
Terapi ini bertujuan untuk membuat seseorang menjadi lebih asertif dalam berbagai situasi sosial. Terapi ini sesua untuk individu yang kesulitan dalam mengekspresikan perasaan, keyakinan, dan pendapat, kesulitan untuk berkata “tidak”, terlalu baik kepada semua orang sehingga ia sering dimanfaatkan, dsb.
3.        Terapi Humanistik
Aliran humanistik memandang manusia sebagai makhluk rasional, bertujuan, otonom, kreatif, dan mampu mencapai insight terhadap realita. Manusia pada dasarnya adalah baik, serta memiliki free will. Setiap manusia itu memiliki keunikan masing-masing dan memiliki dorongan dasar untuk mencapai aktualisasi diri.
a.      Person-centered Therapy
Prinsip utama dari person-centered therapy adalah membuat klien mencapai tingkat independensi dan intregasi yang lebih tinggi. Terapi ini fokus kepada klien, bukan kepada masalah yang dimiliki klien. Artinya, terapi ini akan membuat klien bisa mengatasi masalahnya sendiri, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Jadi terapis hanya sebagai fasilitator yang membantu klien memecahkan masalah.


SUMBER REFERENSI
Corey, G. (2009). Theory and practice of counseling and psychotherapy. 8th ed. Belmont, USA : Thomson Brooks/Cole.
Riyanti, B.P. D., Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Sharf, R. S. (2012). Theories of psychotherapy and counseling : concepts and cases. 5th ed. Belmont, USA : Brooks/Cole Cengange Learning.